Book Review: Sabtu Bersama Bapak dan Tuesdays With Morrie

Pada kesempatan kali ini gue akan membahas dua buku, kenapa? Karena kedua buku yang akan gue bahas ini punya judul yang hampir mirip, atau mungkin memang salah satu buku menjadi inspirasi terbitnya buku yang satunya. Mungkin. Who knows? Sebagai permulaan, kita akan membahas sinopsis dari masing masing buku.

Pertama ada buku Tuesdays With Morrie karangan Mitch Albom. Buku ini menceritakan tentang seorang kolumnis koran yang cukup sukses bernama Mitch dan dosennya yang bernama Morrie. Suatu hari, setelah bertahun-tahun lulus dari kampusnya, Mitch mendengar kabar kalau dosennya, Morrie menderita penyakit ALS, penyakit yang menyerang saraf motorik, yang menyebabkan si dosen gabisa melakukan kegiatan banyak. Mitch yang sewaktu kuliah termasuk mahasiswa yang deket sama Morrie memutuskan untuk menjenguk dosennya ini, apalagi ketika lulus dulu dia emang janji sama dosennya to keep in touch, janji yang ngga bisa ditepati karena Mitch sibuk mengejar karir dan adanya berbagai masalah lain. Pertemuan Mitch dengan Morrie yang awalnya hanya sekedar ingin tahu kondisi Morrie menjadi pertemuan rutin yang dilakukan setiap hari selasa, kira-kira apa coba yang mereka omongin tiap ketemu?




Buku kedua yaitu buku Sabtu Bersama Bapak karangan Adhitya Mulya. Buku ini bercerita tentang sebuah keluarga yang harus menjalani kehidupan tanpa kehadiran ayah atau suami sebagai kepala keluarga. Si Bapak yang tahu kalau penyakit yang diderita membuat dia ngga bisa melihat anaknya tumbuh besar pun membuat sebuah rekaman dengan tujuan untuk tetap bisa mengajarkan anak-anaknya nilai kehidupan, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan si anak sehingga mereka ngga perlu bingung mencari jawaban. Nah rekaman si Bapak ini di putar setiap hari Sabtu.





Now here it is, menurut gue inti dari kedua buku ini sama sih, sama-sama ingin mengajarkan nilai-nilai kehidupan dengan kemasan atau alur cerita yang menarik. Eh tapi bukannya hampir semua buku pasti ada nilai kehidupannya yah? (kecuali buku statistik, hhh). Gue sendiri menyukai kedua buku ini, recommended. Tapiiii, kalau ditanya buku mana yang memiliki nilai lebih tinggi, gue akan jawab Tuesdays With Morrie nya Mitch Albom. Kenapa? Pertama dari kesesuaian judul dengan isi cerita, Sabtu Bersama Bapak tidak terlalu menonjolkan hari sabtu bersama bapaknya, di awal-awal sih diceritakan kalau mereka menonton rekaman tiap hari sabtu, tapi lama-lama, hari sabtunya makin hilang, mereka nonton semaunya, dan cerita malah jadi fokus ke kehidupan si anak dengan adanya rekaman dari si bapak. Kalau Tuesdays With Morrie, cerita bener-bener emang sesuai judul, bahkan daftar isinya pun dibagi menjadi selasa ke 1, selasa ke 2, dst. Yah emang sih, ngga mengubah inti cerita, cuma tetep aja...


Terus gue memberi nilai lebih ke Tuesdays With Morrie karena gue bisa membayangkan isi buku ini, dosen bersahaja yang ngga pelit ngasih nilai (buku ini harusnya dibaca seluruh dosen sih), si mantan mahasiswa yang mempunyai banyak pertanyaan mengenai kehidupan dan terjawab ketika dia bercengkrama dengan si dosen yang sudah lebih banyak makan asam garam kehidupan. Gue bisa bayangin hampir semua karena gue pernah mengalami hal tersebut, dan buku ini berdasarkan kisah nyata juga sih, hehe. Jadi ketika baca buku Tuesdays With Morrie gue membayangkan si mantan mahasiswa itu gue dan si dosen itu dospem gue yang baik sekali itu. Beda ketika gue membaca buku Sabtu Bersama Bapak, gue bener-bener berimajinasi tentang keluarga seperti keluarga yang ada di buku karangan Adhitya Mulya ini. Tapi ini bisa jadi nilai plus juga sih, karena melatih imajinasi atau kreatifitas kita.

Nah, sebelumnya kan udah gue bilang kalau pada kedua buku tersebut banyak nilai-nilai kehidupan yang dapat kita ambil, berikut ini gue akan mengutip satu dialog favorit gue (banyak banget sebenernya yang gue suka) dari masing-masing buku.

“Kang, ketika kalian udah gede akan ada masanya kalian harus melawan orang.
Yang lebih besar,
Lebih kuat dari kalian.
Dan ada masanya,
Kalian gak punya pilihan lain selain melawan, dan menang.
Akan datang juga Kang, masanya...
Semua orang tidak akan membiarkan kalian menang.
Jadi, kalian harus pintar.” (dari buku Sabtu Bersama Bapak)

“It’s not just other people we need to forgive, Mitch,” he finally whispered. "We also need to forgive ourselves.”
Ourselves?
“Yes. For all the things we didn’t do. All the things we should have done. You can’t get stuck on the regrets of what should have happened. Make peace. You need to make peace with yourself and everyone around you.
Forgive yourself. Forgive others.” (dari buku Tuesdays With Morrie)

1 komentar:

Posting Komentar