Semesta Berkehendak Lain



Waktu zaman sekolah gue pernah ikut seleksi anggota osis. Waktu itu peserta dari angkatan gue yang ikut dikit. Bahkan kakak kelas pun sampe maksa-maksa adek kelasnya supaya mau ikut seleksi, karena kalau yang ikut sedikit, artinya ada yang salah dari angkatan kakak kelas itu sampe adek kelas ngga tertarik untuk ikut seleksi. Tapi setau gue sih ngga ada yang salah, ngga ada kasus apapun yang melibatkan anggota osis, mungkin emang angkatan gue aja yang males ikut organisasi itu.

Seleksi terdiri dari 3 tahap. Tahap pertama semacam tes pengetahuan, masih enteng lah, kaya ujian, dikasih soal gitu, macem “seberapa penting osis menurut kamu?” atau “apa yang akan kamu lakukan seandainya kamu jadi anggota osis”. Tapi buat orang yang ngga terlalu bisa mengarang bebas kaya gue, dan dengan pengalaman organisasi yang minim, yaaa susah juga buat jawab pertanyaan kaya gitu. 

But surprisingly, gue lolos ke tahap 2. Gue masih inget banget tuh, nama-nama yang lolos diumumin di speaker kelas, macem pengumuman sekolah resmi gitulah, dan disitu nama gue disebut, seneng dan bangga abis. Gue yang awalnya ikut seleksi cuma iseng, keterima alhamdulillah, ngga keterima ya udah, malah jadi berharap. 

Kalau seleksi pertama menguji pengetahuan, seleksi kedua lebih menguji fisik, lari naek turun tangga, push up, sit up. Menurut gue uji fisik kaya gini malah lebih gampang daripada uji di tahap pertama, karena gue cukup banyak ikut ekskul olahraga, gue punya modal lah di uji fisik ini. Nah berdasarkan perhitungan gue, kalau dilihat dari jumlah peserta yang sedikit dan uji fisik yang buat gue sepele, gue yakin banget gue bakal lulus ke tahap 3. FYI, tahap 3 ini tahap akhir, pokoknya yang nyampe ke tahap 3 udah dipastikan bakal lolos jadi anggota osis.

Nama-nama yang lolos tahap kedua diumumin di kertas yang ditempel di mading, beda sama pengumuman sebelumnya yang lewat speaker kelas. And you know what? Setelah gue memperhitungkan berbagai aspek dan yakin banget banget kalo gue lolos, ternyata gue ngga lolos. Gila, gue sampe berkali kali ngeliat itu kertas saking ngga percayanya kalau nama gue ngga ada disitu. 

Cerita kedua

Kalau cerita yang kedua ini masih baru banget kejadian kemarin. Kejadian ketika gue naek gunung. Jadi gue naek gunung semeru, gunung tertinggi di pulau jawa yang letaknya di Malang. Gue dan temen-temen gue yang jadwal kosongnya pas banget sama hari libur anak sekolah, harus mesen tiket sebulan sebelumnya, itupun sampe begadang karena emang pas hari libur itu pengguna kereta api melonjak drastis.

Tiket kereta akhirnya dipesan, walaupun kita harus duduk misah-misah, tapi yaudahlah masih untung bisa dapet. Setelah tiket kereta aman, kita selanjutnya cari semacam agen perjalanan buat jemput di stasiun dan juga untuk menyediakan jeep. Semuanya udah direncanakan, sampe Malang hari minggu, pergi ke ranupani, abis dzuhur start pendakian, pokoknya total kita mendaki itu 4 hari, dan 4 hari itu termasuk pendakian santai, selow lah gue walaupun jarang olahraga.

Tapi kemudian hal yang ngga disangka terjadi, jeep kita datengnya telat, telat 2 jam. Sampe di loket pendaftaran jam 16.15, sedangkan loket tutup jam 16.00, kita telat 15 menit dan ngga ada toleransi sama sekali. Kita ngga jadi naek hari itu, satu hari terbuang percuma. Dengan terpaksa, kita naek besoknya, setelah satu hari terbuang, perjalanan jadi bukan perjalanan santai lagi, kita dikejar waktu karena tiket pulang sudah dipesan. Perjalanan 4 hari menjadi perjalanan 3 hari. Hujan diterjang, yang awalnya hari pertama mendaki cuma sampai ranu kumbolo, akhirnya diperpanjang sampai kalimati, mendaki dari jam 10 pagi, dan baru sampai kalimati jam 9 malam, 11 jam pendakian dan diperparah dengan hujan. 

Ketika sampe kalimati, kaki gue udah kaya mati rasa. Pegel banget ditambah kondisi sepatu yang basah karena ujan, basah sampe ke dalem, dan itu dipake dari pagi. Dan kondisi kecapean ini ngga cuma gue yang ngalamin, hampir semua anggota kecapean, bahkan beberapa ada yang cedera kakinya, tenaga kami diforsir sekali. Harusnya kita mendaki ke puncak pagi itu, tapi karena kelelahan dan hujan lagi paginya, hanya beberapa yang naik ke puncak, yaaa ngerti keadaan lah.

It was a perfect plan. It was. Kita udah perhitungkan semuanya. Tapi rencana kita berantakan justru bukan karena kesalahan kita, karena jeep tadi, seandainya jeep itu datang sesuai jadwal, atau ya paling ngga 15 menit lebih awal, rencana awal pasti tetep berjalan sebagaimana mestinya.

Tapi ya, that is life. Seberapa pun kita merencanakan sesuatu, sejeli apapun kita menghitung kemungkinan-kemungkinan yang ada, kalau semesta berkehendak lain, maka akan lain ceritanya. Ngga, gue bukan mau membuat yang baca postingan ini pesimis akan hidupnya, gue justru mengajak kalian untuk lebih santai jalanin hidup. Dan ini tamparan buat gue juga, yang suka stress sendiri kalau sesuatu berjalan ngga sesuai rencana. Because no matter how hard you try, how much you want it, if it doesn’t meant to be yours, it will never be yours BUT when it’s meant to be yours, no matter what will happen, it will be yours

0 komentar:

Posting Komentar