Luka Masa Lalu

Kayanya benar kalau saya orang yang ngga punya prinsip. 

Di tahun 2019 bapak kandung saya meninggal, lupa tanggal persisnya, yang saya ingat itu hari jumat, hari terakhir sekolah, ketika bagi raport dan ada acara kelulusan kelas 6.

Hectic ya kedengarannya?

Makanya saya maklum ketika saat itu ngga ada rekan kerja saya yang melayat ke rumah bapak saya. 

Yang saya ingat, saya disana sampai sekitar jam 2 siang, penguburan dilakukan setelah solat jumat. 

Saat itu saya maklum jika tidak ada rekan kerja saya yang melayat.

Saya ngga tinggal sama bapak kandung saya, rumah bapak kandung saya di bekasi. 
Sekolah lagi ada acara. 
Saya ngga akrab dengan bapak kandung saya. 

Time flies, bapaknya rekan kerja saya ada yang meninggal.
Sama-sama di bekasi, tetapi rumahnya lebih jauh dari sekolah daripada rumah bapak kandung saya.
Meninggal di hari libur sekolah.  
Ada perwakilan sekolah yang datang. 

Lalu ada lagi teman sekolah yang bapaknya meninggal.
Mantan rekan kerja sih, karena sekarang sudah beda sekolah. 
Jenazah bapaknya ada di rumah duka, perwakilan sekolah kesana naik motor. 

Ada lagi yang mertuanya meninggal. Mertua, bukan bapak kandung. 
Jenazah ada di rumah duka, rumah duka ya cukup jauh, perwakilan sekolah ke rumah duka dengan menyewa angkot. 

Ada yang istrinya meninggal malam hari, malam itu juga perwakilan sekolah datang ketempat duka. 

Ternyata bukan masalah jarak. 
Bukan juga masalah waktu. 

Kemungkinan besar karena saya. Saya yang ngga bisa bersikap friendly, saya yang ngga dekat sama siapa-siapa. 

Kalau ingat itu saya benci sama teman kerja saya. 

Tapi saya menikahi salah satu teman kerja saya. 

Ya, saya memang ngga berprinsip. 

Berprinsip katanya

Hari ini kami ngobrol lumayan banyak. Sebetulnya masih takut ngobrol sama dia, takut salah ngomong, takut dengan nada bicaranya yang kaya orang marah.

Di tempat kerja kami ada sebuah insiden, terkait perlakuan yang lebih muda ke yang lebih tua. Kami sepakat kalau si anak muda yang salah, kelakuannya sudah kelewatan.

Dia bilang, si anak muda ini sampai sekarang bersikukuh dan tetap pada pendiriannya kalau dia ngga salah. Dia bingung sama pola pikir anak muda ini. 

Saya bilang, "saya takut kalau harus jadi pimpinan, takut apa yang saya katakan atau lakukan bisa membuat seseorang sakit hati"

Dia bilang kalau itu sudah konsekuensi seorang pimpinan. Pasti ada yang ngga suka, yang penting seorang pimpinan harus punya prinsip.

Dia benci sekali dengan pimpinan kami sebelumnya. Menurut dia, pimpinan yang kemarin orangnya gampang dihasut, ngga punya prinsip. 

Padahal setiap kali saya tanya, tindakan apa yang akan kamu ambil sebagai pimpinan kalau kasus yang sama terjadi? Jawabannya juga ngga bagus.

Tahi kucing lah sama omongan kamu tentang prinsip. Kamu itu bukan orang berprinsip. Kamu orang egois. Ngga peduli perasaan orang lain, tapi orang lain harus peduli dengan perasaan kamu, dengan egomu yang serapuh itu.

Monyet kamu.